Kamis, 24-07-2008 08:59:09 oleh: Dr Widodo Judarwanto Spa
Kanal: Kesehatan
Saat ini sebagian besar susu formula atau makanan bayi selalu ditambah bahan DHA (docosahexaenoic) dan AA (arachidonic acid). Promosi makanan bayi selalu didominasi oleh icon "formula kecerdasan" tersebut.
Orang tua pasti akan terhanyut dengan promosi ini. Sehingga susu dan makanan bayi tanpa bahan tersebut pasti kalah bersaing di pasaran padahal harganya relatif lebih mahal. Yang lebih tragis rayuan promosi ini, kadang menenggelamkan kehebatan manfaat ASI. Benarkah AA dan DHA berpengaruh terhadap kecerdasan? Amankah pemberian AA dan DHA secara jangka panjang pada bayi dan anak ?
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), British Nutrition Foundation, ESPGAN (European Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition), WHO (World Health Organization) dan FAO (Food Agriculture Organization) tidak merekomendasikan penambahan DHA dan AA pada bayi cukup bulan atau anak. Rekomendasikan hanya diberikan untuk susu formula bayi prematur, karena pemberian pada bayi cukup bulan mungkin tidak didapatkan manfaat. Secara teoritis dan bukti klinis penambahan tersebut hanya bermanfaat untuk bayi prematur.
Sedangkan Canadian Joint Working Group and US committee dan American Academy for Pediatric belum merekomendasikan pemberiannya pada susu formula bayi, karena keterbatasan pengalaman klinik dan saat ini sedang dilakukan penelitian untuk jangka panjang. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa mungkin bermanfaat. Tetapi banyak penelitian lain menunjukkan tidak terbukti manfaatnya untuk kecerdasan bayi.
LATAR BELAKANG PEMBERIAN
Kualitas manusia sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangannya sejak dini. Pemenuhan gizi yang baik dan benar merupakan modal dasar agar anak dapat mengembangkan potensi genetiknya secara optimal. Zat gizi yang diberikan harus tersedia secara tepat baik kualitas maupun kuantitasnya. Mulai dari protein dengan asam aminonya baik yang esensiel maupun non-esensiel, sumber kalori, berupa karbohidrat ataupun lemak, vitamin, dan mineral.
DHA dan AA adalah komponen terbesar dari long-chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA), merupakan bahan yang sangat penting bagi organ susunan saraf pusat. DHA penting untuk pembentukan jaringan saraf dan sinap, sedangkan AA berperan sebagai neurotransmitter sebagai suatu bentuk asam lemak yang essensiel LC-PUFA harus ditambahkan pada makanan.
Asam lemak esensiel sebenarnya terdiri dari asam linoleat (AL) atau "linoleic acid" (LA), asam linolenat (ALN) atau "a-linolenic acid" (ALA) serta asam arachidonic atau "arachidonic acid" (AA). Asam lemak ini tidak bisa dibuat oleh tubuh baik dari asam lemak lain maupun dari karbohidrat ataupun asam amino. Asam arachidonic dapat dibuat dari asam linolenat (seri n-6), karenanya yang dianggap sebagai asam lemak esensiel hanyalah asam lemak lenolenat dan asam lemak linolenat. Kedua asam lemak esensiel ini tidak dapat saling berubah dari yang satu menjadi yang lain serta berbeda baik baik dalam metabolisme maupun fungsinya, bahkan secara fisiologik keduanya mempunyai fungsi yang berlawanan.
Penelitian pemberian AA/DHA pada bayi prematur terbukti menunjukkan bahwa pemberian LC-PUFA sebagai suplemen dapat meningkatkan kemampuan visual dan perkembangan sistem saraf terutama pada bayi prematur. Proses pembuatan DHA maupun AA difasilitasi oleh enzim desaturase dan elongase. Aktifitas kedua enzim ini masih sangat kurang pada bayi prematur bahkan pada bayi aterm sampai usia 4-6 bulan. Karenanya penambahan DHA dan AA pada bayi prematur lebih relevan diberikan, dengan dosis yang mengacu pada kandungan asam lemak dalam ASI.
PENELITIAN KONTROVERSIAL
Manfaat pemberian AA dan DHA pada bayi cukup bulan dan anak dianggap masih kontroversial. Beberapa penelitian pendahuluan mengklaim bahwa pemberian zat AA dan DHA meningkatkan perkembangan tingkat kecerdasan tertentu dan kemampuan visual anak. Sebuah penelitian menunjukkan adanya peningkatan fungsi penglihatan pada bayi yang mendapatkan susu formula dengan suplementasi AA/DHA dibandingkan yang mendapatkan susu formula biasa, dengan melihat indikator perilaku dan elektrofisiologi mata pada bayi berumur 2 dan 4 bulan. Beberapa pakar menilai beberapa penelitian suplementasi AA/DHA tersebut terdapat kelemahan sehingga tampaknya tidak universal dapat digunakan sebagai acuan.
Banyak pakar berpendapat bahwa enzim yang berfungsi untuk proses biosintesa asam-asam lemak esensial menjadi DHA dan AA sudah tersedia di sistem syaraf pusat dan hati di janin dan bayi. Teori inilah yang mematahkan pendapat bahwa AA dan DHA perlu diberikan pada anak dan bayi. Sehingga banyak penelitian juga mengungkapkan bahwa penambahan DHA dan AA pada susu formula, ternyata tidak terbukti meningkatkan kemampuan penglihatan dan sistem saraf bayi.
Hasil penelitian Ross Paediatric Lipid Study di Amerika Serikat pada tahun 1997 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan pertumbuhan dan fungsi penglihatan pada bayi yang diberi DHA dan AA di 12 bulan pertama. American Council on Science and Health juga menyimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti-bukti ilmiah untuk mendukung penambahan DHA dan AA pada formula untuk bayi yang lahir normal. Demikian juga penelitian yang dilakukan David dkk ternyata pemberian AA dan DHA tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada Bayley Mental Scale, Bayley Motor Scale, Vocabulary Comprehension and Production Scale.
Meskipun demikian Food and Drug Administration (FDA) memberikan ijin kepada Abbott Laboratories dan Mead Johnson Nutritionals untuk mengedarkan susu formula dengan suplementasi AA/DHA pada tahun 2002. Tetapi perusahaan tersebut harus menyumbangkan sebagian keuntungannya untuk penelitian efek samping dan manfaat pemberian AA/DHA dalam jangka panjang yang belum diketahui dengan jelas.
Sampai saat ini tampaknya belum ada data ilmiah mengenai penggunaan DHA dalam bentuk suplemen. Juga belum ada penelitian mengenai manfaat pemberian DHA. bagi anak pra sekolah atau anak yang lebih besar.
WASPADAI PEMBERIAN AA DAN DHA
Meskipun saat ini pemberiannya sementara dinyatakan aman. Tetapi pada bayi cukup bulan atau anak besar pemberian suplemen DHA dan AA perlu diteliti lebih jauh mengingat adanya kemungkinan efek samping yang belum terdeteksi dan teruji. Pemberian lemak yang berlebihan dapat menyebabkan kegemukan, serta penyakit jantung bahkan dapat menimbulkan keganasan, dapat meningkatkan kadar kolesterol, dan LDL yang dapat memacu terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Hal ini sangat tergantung pada jumlah enersi yang berasal dari lemak, komposisi dari asam lemaknya, komposisi dari lipoprotein, diet serat yang dikonsumsi, antioksidan, aktifitas, serta derajad kesehatannya. Pada anak yang tidak aktif konsumsi lemak tidak boleh melebihi dari 30% kebutuhan enersi. .
Penelitian yang dilakukan penulis terhadap 256 bayi dengan riwayat alergi yang melakukan rawat jalan di Children Allergy Center Rumah Sakit Bunda Jakarta didapatkan 34 (13%) bayi mengalami reaksi simpang terhadap AA dan DHA. Setelah dilakukan eliminasi provokasi susu formula AA/DHA dan susu tanpa AA/DHA dengan jenis yang sama. Gejala yang ditimbulkan karena pengaruh reaksi simpang tersebut antara lain adalah dermatitis, batuk malam hari atau gangguan saluran cerna berupa muntah, diare, konstipasi dan gangguan tidur malam.
Beberapa penelitian menunjukkan, reaksi simpang makanan yang berlangsung lama bukan hanya mengganggu pertumbuhan tetapi juga mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak seperti hiperaktif, gangguan konsentrasi, gangguan tidur, gangguan emosi dan gangguan belajar dan gangguan perilaku lainnya.
Pemberian DHA pada formula bayi lanjutan ataupun pada makanannya perlu dipertimbangkan lebih cermat. Pada bayi yang aterm ataupun anak besar sudah dapat mensintesa DHA maupun AA dari LC-PUFA sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan pemberian DHA yang berlebihan dapat menekan proses pembentukan AA, serta dapat menekan aktifitas ensim siklooksigenase yang memfasilitasi pembentukan prostaglandin PGH2 dan PGH3 dari AA, sehingga dapat menghambat pembentukan prostaglandin berikut tromboksan dan leukotrin. Keadaan tersebut dapat menyebabkan terhambatnya respons terhadap proses keradangan khususnya pada pelepasan interleukin-1 dan TNF, memanjangnya masa perdarahan, menurunnya renin yang turut dalam pengontrolan fungsi ginjal. Pemberian DHA tanpa kombinasi ARA atau DHA dan asam linoleat dengan rasio yang tidak tepat justru menghambat pertumbuhan.
Overdosis DHA pada manusia, sejauh ini baru terlihat dialami orang Eskimo yang banyak mengkonsumsi ikan laut. Gejalanya berupa perdarahan, mirip flek-flek berwarna kebiruan di kulit. Efek yang lain baru ditemukan pada monyet maupun tikus, tapi gejalanya berbeda.
BAGAIMANA MENYIKAPINYA
Pertimbangan utama dalam pemilihan susu formula yang terbaik adalah yang sesuai dengan kondisi anak dan tidak mengakibatkan reaksi simpang yang mengganggu fungsi organ tubuhnya. Pertimbangan lain adalah masalah harga harus disesuaikan dengan ekonomi keluarga serta kesediaan barang dan distribusi yang berkelanjutan di pasaran. Kandungan zat tambahan (AA, DHA, dll), harga mahal, disukai bayi dan merek terkenal bukanlah pertimbangan utama dalam pemilihan susu formula pada anak. Secara umum semua susu formula yang beredar resmi di Indonesia kandungan gizinya sama. Karena mengikuti standard RDA (Recomendation Dietery Allowence) dalam jumlah kalori, vitamin dan mineral harus sesuai dengan kebutuhan bayi dalam mencapai tumbuh kembang yang optimal. Tetapi apapun juga, yang pasti ASI masih tetap yang terbaik.
Bayi cukup bulan ataupun bayi yang besar yang sudah mampu mensintesa DHA maupun AA sendiri dari AL dan ALN. Sehingga pemberian AA dan DHA tidaklah terlalu perlu, bahkan mungkin perlu diwaspadai efek samping yang belum terdeteksi untuk di kemudian hari.
Penambahan asam lemak cukup dengan memberikan asam linoleat maupun ALN yang sesuai dengan kebutuhan dan rasio rasio yang optimal. Anak yang sudah mendapat makanan keluarga akan mendapat asam linoleat, asam linolenat, sebagai prekusor DHA dan ARA dari makanan sehari-hari misalnya daging, ikan, telur minyak sayur dan lain-lain.
Manfaat pemberian AA dan DHA sangat mungkin tidak meningkatkan kecerdasan anak. Kecuali pada bayi prematur kemampuan mensintesa LC-PUFA dari asam lemak esensiel masih sangat rendah. Sehingga penambahan AA dan DHA mungkin perlu ditambahkan dalam susu formula khusus prematur. Jangan mudah terkecoh rayuan maut produsen susu tentang kehebatan "formula kecerdasan" AA-DHA. Diet untuk kecerdasan yang tidak terbantah lagi adalah pemberian ASI eksklusif. Kecerdasan juga sangat dipengaruhi oleh genetik dan stimulasi asah asih dan asuh yang baik sejak dini. Sehingga jangan berharap dengan minum susu dan makanan AA-DHA anak akan cerdas, tanpa mempertimbangkan faktor penting lainnya.